Sultan
Saladin lahir dengan nama Salahidun Yusuf Ibn Ayyub di Tikrit, dekat
Sungai Tigris dari sebuah keluarga Kurdi. Ia dikirim ke Damaskus,
Suriah, untuk menimba ilmu. Selama sepuluh tahun ia berguru pada Nur
ad-Din (Nureddin). Setelah berguru ilmu militer pada pamannya, seorang
negarawan Seljuk dan pimpinan pasukan Shirkuh, ia dikirim ke Mesir
untuk menghadang perlawanan Kalifah Fatimiyah tahun 1160.
Ia
sukses dengan misinya yang membuat pamannya duduk sebagai wakil di
Mesir pada tahun yang sama. Saladin memperbaiki perekonomian Mesir,
mengorganisasi ulang kekuatan militernya, dan mengikuti anjuran
ayahnya untuk tidak memasuki area konflik dengan Nur ad Din.
Sepeninggal Nur ad Din, barulah ia mulai serius memerangi kelompok
Muslim sempalan dan pembrontak Kristen. Dia bergelar Sultan di Mesir
dan menjadi pendiri Dinasti Ayyubi serta mengembalikan ajaran Sunni ke
Mesir.
Terlibat dalam Perang Salib
Dalam
dua kesempatan, tahun 1171 dan 1173, Saladin diinvasi Kerajaan
Kristen Jerusalem. Nur ad Din saat ini berniat membalas serangan. Namun
Saladin berpendapat bahwa mereka harus kuat terlebih dulu. Sepeninggal
Nur ad Din, Saladin menjadi penguasa Damaskus. Ia menikahi janda Nur
ad Din dan menaklukkan dua kota penting Aleppo dan Mosul yang dulu
selalu gagal ditaklukkan Nuraddin. Namun ia menjadi penguasa yang
bersahaja.
Sedapatnya,
ia selalu menghindari pertumpahan darah, apalagi darah warga sipil.
Saat menaklukkan Aleppo, 22 Mei 1176, nyawanya nyaris melayang karena
usaha pembunuhan. Ia melakukan konsolidasi di Suriah sambil sebisa
mungkin menjaga agar jangan sampai tumpah perang dengan pasukan salib
sebesar apapun provokasi dari pasukan salib. Misalnya, ia masih belum
bereaksi saat Raynald of Chatillon mengusik aktivitas perdagangan dan
perjalanan ibadah haji di Laut Merah, wilayah yang menurut Saladin
harus selalu menjadi wilayah bebas. Puncaknya adalah saat penyerangan
terhadap rombongan karavan jamaah haji tahun 1185. Saladin meradang.
Juli
1187, Saladin menyerang Kerajaan Jerusalem dan terlibat dalam
pertempuran Hattin. Ia berhasil mengeksekusi Raynald dan rajanya, Guy of
Lusignan. Dia kembali ke Jerusalem 2 Oktober 1187, 88 tahun setelah
kaum Salib berkuasa. Berbagai medan pertempuran dilaluinya, dengan
satu pesan yang sama kepada pasukannya; minimalkan pertumpahan darah,
jangan melukai wanita dan anak-anak.
Perang
Salib III menelan biaya yang tak sedikit dari kubu Kristen. Inggris
mengucurkan dana bantuan yang dikenal dengan istilah 'Saladin Tithe'
(Zakat melawan Saladin). Dalam satu pertempuran, ia berhadap-hadapan
dengan King Richard I dari Inggris di medan perang Arsuf tahun 1191.
Di luar perkiraan kedua pasukan, Saladin dan King Richard I saling
berjabat tangan dan menghormat satu sama lain.
Bahkan
saat tahu pimpinan pasukan musuhnya itu sakit, Saladin menawarkan
bantuan seorang dokter terbaik yang dimiliki Damaskus. Begitu juga saat
tahu Richard kehilangan kuda tunggangannya, ia memberikan dua ekor
sebagai gantinya. Di medan itu, keduanya sepakat berdamai. Bahkan adik
Richard dinikahkan dengan saudara Saladin.
Tak
lama setelah kepergian Richard, Saladin wafat pada tahun 1193 di
Damaskus. Saat kotak penyimpanan harta Saladin dibuka, ahli warisnya
tidak menemukan cukup uang untuk membiayai pemakamanannya: ia selalu
mendermakan hartanya kepada kaum yang membutuhkan. Kini makamnya menjadi
salah satu tempat tujuan wisata utama di Suriah.
Nama
Saladin harum di seantero dunia hingga kini. Bukan hanya kalangan
Muslim, kalangan non-Muslim juga sangat menghormatinya. Satu yang
dicatat dalam buku-buku sejarah: ketika pasukan Salib menyembelih
semua Muslimin yang ditemui saat mereka menaklukkan Jerusalem, Saladin
memberikan amnesti dan kebebasan bagi kaum Katolik Roma begitu ia
menaklukkan Jerusalem.
source: ceriwis.us
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Prok - prok - prok... "Apa Komentar Anda?"