Kita saksikan sebagian pria masih saja menggunakan cincin
dari emas karena menganggap bolehnya. Kita dapat temui misalnya pada
cincin pernikahan. Apakah benar cincin emas diperbolehkan bagi
laki-laki?
Para pembaca sekalian yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala.
Perlu diketahui bahwa para ulama berijma’ (sepakat) akan haramnya
penggunaan emas sebagai perhiasan (seperti kalung dan cincin) bagi
laki-laki.
عَنْ
أَبِي مُوسَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى
ذُكُورِهَا
“Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria’.” (HR. An Nasai no. 5148 dan Ahmad 4/392. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sedangkan
secara khusus mengenai cincin emas terjadi ijma’ (kesepakatan) para
ulama dalam hal ini akan haramnya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al
Bukhari dan selainnya,
نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cincin emas (bagi laki-laki)”. (HR. Bukhari no. 5863 dan Muslim no. 2089). Sudah dimaklumi bahwa asal larangan adalah haram.
Selain itu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
pernah bertemu seorang lelaki yang memakai cincin emas di tangannya.
Beliau mencabut cincin tersebut lalu melemparnya, kemudian bersabda,
« يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِى يَدِهِ »
“Seseorang dari kalian telah sengaja mengambil bara api neraka dengan meletakkan (cincin emas semacam itu) di tangannya.” Lalu ada yang mengatakan lelaki tadi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, “Ambillah dan manfaatkanlah cincin tersebut.” Ia berkata, “Tidak, demi Allah. Saya tidak akan mengambil cincin itu lagi selamanya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.” (HR. Muslim no. 2090, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas).
Imam Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini berkata, “Seandainya si pemilik emas tadi mengambil emas itu lagi, tidaklah haram baginya. Ia boleh memanfaatkannya untuk dijual dan tindakan yang lain. Akan tetapi, ia bersikap waro’ (hati-hati) untuk mengambilnya, padahal ia bisa saja menyedekahkan emas tadi kepada yang membutuhkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang seluruh pemanfaatan emas. Yang beliau larang adalah emas tersebut dikenakan. Namun untuk pemanfaatan lainnya, dibolehkan.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 56)
Selain itu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
pernah bertemu seorang lelaki yang memakai cincin emas di tangannya.
Beliau mencabut cincin tersebut lalu melemparnya, kemudian bersabda,
« يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِى يَدِهِ »
“Seseorang dari kalian telah sengaja mengambil bara api neraka dengan meletakkan (cincin emas semacam itu) di tangannya.” Lalu ada yang mengatakan lelaki tadi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, “Ambillah dan manfaatkanlah cincin tersebut.” Ia berkata, “Tidak, demi Allah. Saya tidak akan mengambil cincin itu lagi selamanya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.” (HR. Muslim no. 2090, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas).
Imam Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits
ini berkata, “Seandainya si pemilik emas tadi mengambil emas itu lagi,
tidaklah haram baginya. Ia boleh memanfaatkannya untuk dijual dan
tindakan yang lain. Akan tetapi, ia bersikap waro’ (hati-hati) untuk mengambilnya, padahal ia bisa saja menyedekahkan emas tadi kepada yang membutuhkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
melarang seluruh pemanfaatan emas. Yang beliau larang adalah emas
tersebut dikenakan. Namun untuk pemanfaatan lainnya, dibolehkan.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 56)
Imam Nawawi rahimahullah berkata
dalam Syarh Shahih Muslim (14/32), “Emas itu haram bagi laki-laki
berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” Dalam kitab yang sama
(14/65), Imam Nawawi juga berkata, “Para ulama kaum muslimin sepakat
bahwa cincin emas halal bagi wanita. Sebaliknya mereka juga sepakat
bahwa cincin emas haram bagi pria.”
Dalam Al Majmu’, Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Dibolehkan bagi para wanita yang telah menikah dan selainnya untuk
mengenakan cincin perak sebagaimana dibolehkan cincin emas bagi mereka.
Hal ini termasuk perkara yang disepakati oleh para ulama dan tidak ada
khilaf di dalamnya.” (Al Majmu’, 4/464)
Emas Putih
Apa itu Emas Putih? Disebutkan dalam Wikipedia: White gold is an alloy of gold and at least one white metal, usually nickel, manganese or palladium. [Emas putih adalah perpaduan antara emas dan setidaknya satu logam putih biasanya nikel, mangan atau paladium]. [1] Ini berarti emas putih masih memiliki kandungan emas.
( Rujuk : http://www.gold.org/jewellery/technology/colours/white.html)
Mari kita lihat selanjutnya fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di KSA) mengenai hukum emas putih.
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 21867, 24/61
Soal:
Sudah tersebar di sebagian orang khususnya pria penggunaan emas yang disebut “emas putih”. Emas putih tersebut digunakan sebagai jam tangan, cincin atau pena. Orang-orang yang menjual emas semacam ini atau yang pakar perhiasan mengatakan bahwa emas putih adalah emas kuning seperti yang kita kenal. Emas tersebut dicampur dengan logam tertentu (sekitar 5-10%) yang merubah warnanya dari warna kuning emas menjadi putih atau bisa pula menjadi warna lainnya sehingga ia seperti menjadi logam lain. Emas ini sering digunakan akhir-akhir ini dan menjadi rancu akan hukumnya pada kebanyakan orang. Kami harapkan dari Anda sekalian untuk memberikan fatwa akan hukum menggunakan emas putih ini. Semoga Allah membalas amalan kalian dengan kebaikan atas perjuangan pada Islam dan kaum muslimin.
Jawab:
Jika realitanya seperti yang kalian ceritakan, maka emas putih semacam itu (yang merupakan hasil campuran dengan logam lain) memiliki hukum sebagaimana emas kuning. Karenanya hukum emas tersebut tidaklah keluar dari pengharaman riba fadhl (artinya tidak boleh lebih bila ditukar sejenis, yaitu ketika ditukar emas dan emas walau beda kadar) dan wajib diserahkan tunai dalam satu majelis ketika ditukar dengan sesama emas, atau ditukar dengan perak atau uang kertas. Emas putih juga tidak boleh digunakan oleh pria (sebagaimana emas kuning). Dan tidak boleh pula menggunakan bejana dari emas putih. Jadi penamaannya dengan emas putih tidaklah mengeluarkan dari hukum tersebut (artinya sama hukumnya dengan emas kuning karena ada campuran emasnya, pen).
Emas Putih
Apa itu Emas Putih? Disebutkan dalam Wikipedia: White gold is an alloy of gold and at least one white metal, usually nickel, manganese or palladium. [Emas putih adalah perpaduan antara emas dan setidaknya satu logam putih biasanya nikel, mangan atau paladium]. [1] Ini berarti emas putih masih memiliki kandungan emas.
White Golds: What are they?
What are ‘white golds’? Are they a
special form of gold? Do they contain gold? These are typical questions
often asked of us. Well, they are not a special form of gold (which is
why you cannot get 24 carat white gold). Actually, they are true carat
golds, just like yellow or red carat gold jewellery. They are gold
alloys that look white rather than yellow. The white colour is achieved
by careful choice of the alloying metals, which bleach the deep yellow
of pure gold.( Rujuk : http://www.gold.org/jewellery/technology/colours/white.html)
Mari kita lihat selanjutnya fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di KSA) mengenai hukum emas putih.
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 21867, 24/61
Soal:
Sudah tersebar di sebagian orang khususnya pria penggunaan emas yang disebut “emas putih”. Emas putih tersebut digunakan sebagai jam tangan, cincin atau pena. Orang-orang yang menjual emas semacam ini atau yang pakar perhiasan mengatakan bahwa emas putih adalah emas kuning seperti yang kita kenal. Emas tersebut dicampur dengan logam tertentu (sekitar 5-10%) yang merubah warnanya dari warna kuning emas menjadi putih atau bisa pula menjadi warna lainnya sehingga ia seperti menjadi logam lain. Emas ini sering digunakan akhir-akhir ini dan menjadi rancu akan hukumnya pada kebanyakan orang. Kami harapkan dari Anda sekalian untuk memberikan fatwa akan hukum menggunakan emas putih ini. Semoga Allah membalas amalan kalian dengan kebaikan atas perjuangan pada Islam dan kaum muslimin.
Jawab:
Jika realitanya seperti yang kalian ceritakan, maka emas putih semacam itu (yang merupakan hasil campuran dengan logam lain) memiliki hukum sebagaimana emas kuning. Karenanya hukum emas tersebut tidaklah keluar dari pengharaman riba fadhl (artinya tidak boleh lebih bila ditukar sejenis, yaitu ketika ditukar emas dan emas walau beda kadar) dan wajib diserahkan tunai dalam satu majelis ketika ditukar dengan sesama emas, atau ditukar dengan perak atau uang kertas. Emas putih juga tidak boleh digunakan oleh pria (sebagaimana emas kuning). Dan tidak boleh pula menggunakan bejana dari emas putih. Jadi penamaannya dengan emas putih tidaklah mengeluarkan dari hukum tersebut (artinya sama hukumnya dengan emas kuning karena ada campuran emasnya, pen).
Apa
hukum pria gunakan logam mulia lain selain emas?
Perlu diketahui bahwa
menggunakan perak tidaklah masalah bagi pria, bahkan hal ini disepakati
(menjadi ijma’) para ulama (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 32: 164). Yang jadi rujukan mereka adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَتَبَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – كِتَابًا – أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ –
فَقِيلَ لَهُ إِنَّهُمْ لاَ يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلاَّ مَخْتُومًا .
فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ .
كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis atau ingin
menulis. Ada yang mengatakan padanya, mereka tidak membaca kitab kecuali
dicap. Kemudian beliau mengambil cincin dari perak yang terukir nama
‘Muhammad Rasulullah’. Seakan-akan saya melihat putihnya tangan beliau.” (HR. Bukhari no. 65 dan Muslim no. 2092). Dalam Al Muntaqa Syarh Muwatha’ (2: 90), disebutkan bahwa perak bagi pria dibolehkan dalam tiga penggunaan, yaitu pedang, cincin dan mushaf.
Sedangkan untuk logam lainnya, tidaklah masalah bagi pria. Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan –guru kami- berkata, “Lelaki diharamkan memakai cincin emas. Sedangkan cincin perak, atau logam semacamnya, walaupun sama-sama logam mulia, hukumnya boleh memakainya karena yang diharamkan adalah emas. Dan tidak boleh pula memakai cincin dari campuran emas, tidak boleh memakai kacamata, pena, jam tangan yang ada campuran emas-nya. Intinya, lelaki tidak diperbolehkan berhias dengan emas secara mutlak.” (Muntaqa Fatawa Al Fauzan, jilid 5 fatwa no. 450)
Pandangan Ulama Mengenai Hukum Tukar Cincin
Jika tukar cincin dengan emas, maka masalahnya adalah cincin emas haram bagi pria, tidak bagi wanita. Jika ada yang bertukar cincin dengan logam selain emas (walau jarang ditemukan), apa tidak masalah? Jawabannya, tetap bermasalah dan dikritik oleh para ulama.
Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah dalam website Al Islam Sual wal Jawab berkata, “Cincin kawin bukanlah tradisi kaum muslimin. Jika diyakini cincin kawin tersebut punya sebab yang dapat mengikat ikatan cinta antara suami istri, dan jika cincin tersebut dilepas dapat mengganggu hubungan keduanya, maka hal ini bisa dinyatakan SYIRIK dan masuk dalam keyakinan jahiliyah. Ditambah lagi bahwa emas itu haram bagi pria, maka cincin kawin tidaklah diperbolehkan sama sekali. Kami dapat rinci alasannya:
- Karena cincin kawin tidak ada kebaikan sama sekali dan hanya merupakan tradisi yang diimpor oleh kaum muslimin dari orang kafir.
- Jika yang mengenakan cincin kawin tersebut menganggap bahwa cincin itu bisa berpengaruh dalam langgengnya pernikahan, maka hal ini bisa masuk dalam kesyirikan (karena menyandarkan sebab pada sesuatu yang bukan sebab sama sekali, pen). Laa hawla quwwat illa billah, tidak ada daya dan upaya untuk berlindung dari kesyirikan kecuali dengan pertolongan Allah. Demikian faedah yang kami peroleh dari fatwa Syaikh Shalih Al Fauzan.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 21441)
Sifat Seorang Muslim: Mendengar dan Patuh, Sami’na wa Atha’na
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا كَانَ
قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur: 51). Inilah sifat orang muslim dan beriman. Bukan hanya firman Allah yang ia ikuti, namun juga kata Rasulnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perhatikan dan renungkan pula ayat-ayat berikut ini.
Perhatikan dan renungkan pula ayat-ayat berikut ini.
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imron: 32).
Ayat ini menunjukkan dengan jelas kita harus menaati Rasul.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”
(QS. An Nur: 63). Ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang
menyelisihi perintah Rasul akan mendapat ancaman. Hal ini menunjukkan
bahwa perintah beliau pun harus tetap diikuti.
Renungkan pula sabda Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَلاَ إِنِّى
أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ
عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ
فِيهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ
فَحَرِّمُوهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الأَهْلِىِّ
وَلاَ كُلُّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلاَّ
أَنْ يَسْتَغْنِىَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ
أَنْ يَقْرُوهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ
قِرَاهُ
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur’an dan yang semisal bersamanya (As Sunnah). Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, “Hendaklah
kalian berpegang teguh dengan Al-Qur’an! Apa yang kalian dapatkan dalam
Al-Qur’an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian
dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara haram maka haramkanlah.
Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging keledai jinak, daging
binatang buas yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu’ahid
(kafir dalam janji perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik
muslim lebih utama) kecuali pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan
barangsiapa singgah pada suatu kaum hendaklah mereka menyediakan tempat,
jika tidak memberikan tempat hendaklah memberikan perlakukan sesuai
dengan sikap jamuan mereka.” (HR. Abu Daud no. 4604. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi dalam hadits di atas. Seakan-akan apa yang dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan benar-benar terjadi saat ini. Ternyata saat ini sebagian umat Islam hanya mau mengambil apa yang telah disebutkan dalam Al Qur’an saja. Sehingga karena anjing tidak disebut dalam Al Qur’an kalau itu haram, maka mereka pun tidak mengharamkannya. Begitu pula emas, jika tidak ditemukan pelarangannya dalam Al Qur’an, ia pun tidak mau mengharamkannya. Sungguh inilah bukti nubuwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk menataati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diperintahkan untuk mengikuti petunjuk beliau secara mutlak dan dalam perintah tersebut tidak dikaitkan dengan syarat apa pun. Oleh karena itu mengikuti beliau sama halnya dengan mengikuti Al Qur’an. Sehingga tidak boleh dikatakan, kita mau mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam asalkan bersesuaian dengan Al Qur’an. Sungguh perkataan semacam ini adalah perkataan orang yang menyimpang.” (Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, 2: 190-191; dinukil dari Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 126). Jadi sungguh aneh jika ada yang masih ngotot membela perhiasan emas itu halal bagi pria dikarenakan dalam Al Qur’an tidak disebutkan larangannya.
Penjelasan di atas berarti jika Rasul kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang pria berhias dengan emas, kita pun harus mendengar dan taat artinya kita menjauhi dan meninggalkannya. Karena ingatlah,
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. An Nuur: 54). Artinya, jika mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita akan mendapat petunjuk kepada shirathal mustaqim, yakni jalan yang lurus.
Catatan:
(Dikutip dari http://www.untukku.com/artikel-untukku/hukum-memakai-perhiasan-bagi-pria-untukku.html
Dimakruhkan bagi laki-laki memakai cincin dijari tengah dan jari telunjuk. Hal ini disandarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Burdah, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Rasulullah pernah melarangku emamaki cincin dijari yang ini dan ini” Abu Burdah berkata, “Ali lalu menunjukkan jari tengah dan jari berikutnya.” Dalam riwayat lain berbunyi, “Lalu Ali menunjukkan jari tengah dan jari telunjuknya“. (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan An-Nasa’i)
Imam An-Nawawi berkata, “kaum muslimin sepakat bahwa yang sunnah
adalah laki-laki memakai cincin dijari kelingkingnya. Adapun kalangan
wanita boleh memakai cincin dijari mana saja. Ada yang menyatakan bahwa
hikmah disunnahkannya memakai cincin dijari kelingking adalah karena
tidak akan menganggu pekerjan-pekerjaan tangan lantaran letaknya
dipinggir. Dimakruhkan memakai cincin dijari tengah berdsarkan petunjuk
hadits yang telah dikemukakan diatas.” (An-Nawawi, syarah Muslim 14/71)
Apakah boleh memakai Emas dalam keadaan darurat ?
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Tharfah dari kakeknya, Arfajah bin As’ad, bahwa hidungnya pernah terkena luka pada peristiwa Al Kulab dimasa Jahiliyah. Lalu dia membuat hidung palsu dari perak. Namun hidung palsu yang terbuat dari perak itu mengeluarkan bau busuk dan membuatnya terganggu. Maka Rasulullah menyuruhnya untuk membuat hidung palsu dari emas. (HR Abu Dawud, Tirmidzi dan An-Nasa’I)
Al Khathabi berkata, “Berdasarkan hadits diatas, laki-laki boleh
memakai emas yang kadarnya sedikit dalam keadaan darurat seperti untuk
mengikat gigi dan lainnya“.(lihat Tuhfah Al Ahwazi 11/198)
Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh banyak ulama. Saya katakan
(Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim) bahwa “Hukum memakai emas bagi
laki-laki yang bukan pada kondisi darurat adalah haram. Laki-laki tidak
boleh menganakan kancing baju yang terbuat dari emas, begitu juga dengan
jam tangan emas. Karena hal ini tidak ada keadaan darurat yang
menyebabkannya boleh memakainya. Lagipula hal ini juga termasuk bersikap
ghuluw dan bagian dari kesombongan“. Wallahu ‘alam
Demikian tulisan sederhana yang kami sajikan. Moga menambah hasanah ilmiah para pembaca. Begitu pula kami memohon pada Allah semoga ilmu ini menjadi ilmu yang bermafaat bagi kita semua dan bisa diamalkan. Dan lebih baik disebar dan dishare kepada kaum muslimin lainnya apalagi yang belum mengetahui akan hukum masalah ini.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Hanya Allah yang memberi petunjuk, kita selaku manusia tidak bisa memberikan petunjuk hidayah kepada orang yang kita cintai sekalipun. Innaka laa tahdii man ahbabta. Tugas kita hanyalah memberi nasehat dan wejangan, hidayah di tangan Allah.
Wallahu waliyyut taufiq.
كَتَبَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – كِتَابًا – أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ –
فَقِيلَ لَهُ إِنَّهُمْ لاَ يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلاَّ مَخْتُومًا .
فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ .
كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis atau ingin
menulis. Ada yang mengatakan padanya, mereka tidak membaca kitab kecuali
dicap. Kemudian beliau mengambil cincin dari perak yang terukir nama
‘Muhammad Rasulullah’. Seakan-akan saya melihat putihnya tangan beliau.” (HR. Bukhari no. 65 dan Muslim no. 2092). Dalam Al Muntaqa Syarh Muwatha’ (2: 90), disebutkan bahwa perak bagi pria dibolehkan dalam tiga penggunaan, yaitu pedang, cincin dan mushaf.Sedangkan untuk logam lainnya, tidaklah masalah bagi pria. Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan –guru kami- berkata, “Lelaki diharamkan memakai cincin emas. Sedangkan cincin perak, atau logam semacamnya, walaupun sama-sama logam mulia, hukumnya boleh memakainya karena yang diharamkan adalah emas. Dan tidak boleh pula memakai cincin dari campuran emas, tidak boleh memakai kacamata, pena, jam tangan yang ada campuran emas-nya. Intinya, lelaki tidak diperbolehkan berhias dengan emas secara mutlak.” (Muntaqa Fatawa Al Fauzan, jilid 5 fatwa no. 450)
Referensi:
Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Ya’sub [sesuai cetakan].
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 21/280, terbitan Kementrian Agama dan Urusan Islamiyyah Kuwait.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392.
In the morning before long trip to Riyadh KSA @ Panggang-Gunung Kidul, 23 Jumadats Tsaniyyah 1432 H (26/05/2011)
@ Sabic Lab, KSU, Riyadh KSA, 8 Muharram 1433 H
http://rumaysho.com
http://muslim.or.id/
http://toyu2u.wordpress.com/
http://abiyazid.wordpress.com/
http://toyu2u.wordpress.com/
http://abiyazid.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Prok - prok - prok... "Apa Komentar Anda?"