Awang Harun dari BPMIGAS lagi-lagi bercerita tentang eksplorasi migas
di Indonesia. Ternyata sumur tertua yang dibor di Indonesia adalah
sumur bernama Waja-1, yang dibor pada tahun 1871 oleh Jan Reerink.
Berikut ulasan Pak Awang:
Eroïca: The Quest for Oil in Indonesia (1850-1898) (Kindle Edition) |
Jan Reerink adalah seorang anak laki-laki saudagar penggilingan beras
pada zaman Belanda di Indonesia pada paruh kedua abad ke-19. Reerink
ditugaskan ayahnya menjaga sebuah toko kelontong di Cirebon. Tetapi,
Reerink selalu melamunkan penemuan minyak seperti yang dilakukan Kolonel
Drake di Pennsylvania pada tahun 1857. Akhirnya, sebuah berita ia
terima bahwa ada rembesan minyak keluar dari lereng barat Gunung Ciremai
di kawasan Desa Cibodas, Majalengka. Reerink berketetapan hati akan
membor rembesan minyak itu.
Sebagai seorang dari keluarga pedagang, Jan Reerink tak menemui kesulitan dalam melobi Nederlandsche Handel Maatschappij (perusahaan dagang Belanda) untuk
menyokong usahanya mencari minyak. Setelah sokongan diperoleh, Reerink
pergi ke Amerika Serikat dan Kanada mengumpulkan peralatan bor dan
tenaga kerjanya.
Reerink kemudian kembali ke Cirebon dan segera pergi ke lereng barat
Ciremai di mana rembesan minyak dilaporkan. Di sana, menggunakan menara
bor bergaya Pennsylvania, seperti yang digunakan Kolonel Drake mengebor
sumur minyak pertamanya di dunia di Titusville, Reerink mengebor sebuah
sumur mencari minyak. Saat itu bulan Desember 1871 dan tercatat dalam
sejarah perminyakan Indonesia sebagai tahun sumur eksplorasi minyak
pertama dibor di Indonesia.
Sumur pertama itu dinamai Madja-1 atau Tjibodas Tangat-1. Tali, bukan
pipa, digunakan untuk menggerakkan mata bor. Tidak ada pipa selubung
atau casing. Kedalaman sumur pertama itu hanya 125 kaki. Tenaga
penggerak berasal dari generator yang dihela beberapa ekor kerbau. Sumur
pertama ini menemukan minyak walaupun sedikit. Reerink kemudian membor
tiga sumur lagi di Cibodas dan dua di antaranya menemukan sedikit
minyak.
Merasa penasaran belum menemukan minyak dalam jumlah besar, Reerink
berpikir bahwa peralatan bornya kurang tenaga, sumur-sumur harus dibor
lebih dalam. Maka Reerink pun kembali ke Amerika. Di sana ia membeli
peralatan bertenaga uap, sebagai pengganti tenaga kerbau. Tahun 1874,
Reerink memulai periode kedua kegiatan pemborannya. Dengan dua mesin
bertenaga uap, Reerink mengebor beberapa sumur di Panais, Madja, dan
Tjipinang. Semuanya berlokasi di lereng barat Gunung Ciremai, sayang
semuanya gagal.
Sampai tahun 1876, Reerink terus berusaha mengebor di wilayah ini.
Nederlandsche Handel Maatschappij (terakhir kemudian menjadi Royal Dutch
Shell) telah mengeluarkan 225.000 gulden dan Reerink sendiri
mempertaruhkan uang pribadinya sebanyak 100.000 gulden. Sebenarnya
Reerink masih ingin berusaha setelah sebanyak 19 sumur eksplorasi
dibornya di lereng Ciremai, tetapi perusahaan dagang Belanda itu tak mau
lagi menyokong dananya.
Pada akhir Juli 1876, Reerink kembali ke tokonya dan mengubur
mimpinya menemukan dan menjadi saudagar minyak. Meskipun demikian, Jan
Reerink patut dikenang sebagai eksplorasionis pertama di Indonesia yang
serius mencari minyak. Reerink hidup sampai tahun 1923.
Tahun 1939, penemuan komersial pertama ditemukan di wilayah ini,
lebih ke utara dari wilayah di mana Reerink mengebor sumur-sumur
eksplorasinya. BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) menemukan minyak
komersial pertama di Jawa Barat di Lapangan Randegan. Berturut-turut,
kemudian penemuan lapangan-lapangan penting terjadi di wilayah ke utara
dan barat dari Randegan, bukan ke selatan menuju Ciremai.
Meskipun demikian, minyak-minyak dari sumur-sumur Reerink masih mengalir dan sampai sekarang dimanfaatkan penduduk setempat. Apakah Ciremai, Kuningan, Majenang, dan Banyumas tak perlu dilihat lagi kemungkinannya sebagai wilayah minyak ? Salah. Justru wilayah tinggian struktur dari Majalengka-Banyumas ini merupakan salah satu wilayah terkaya akan rembesan minyak di Pulau Jawa. Dan rembesan minyak selalu lebih positif daripada negatif dalam membimbing eksplorasi.
Sebuah keunikan geologi, tektonik,volkanisme, dan petroleum system
terjadi di wilayah dari Majalengka-Banyumas. Jan Reerink tidak salah
mempertaruhkan uang pribadinya di lereng Ciremai. Ia belum beruntung
saja. Keuntungan barangkali akan berpihak kepada para eksplorasionis
masa mendatang yang berani keluar dari wilayah-wilayah klasik
perminyakan. Sains dan keberanian diperlukan dalam hal ini.
Perburuan telah dimulai dengan meneliti kembali minyak sumur-sumur
Jan Reerink, diteliti karakteristik geokimianya. Ini titik ikat sebelah
baratlaut (Majalengka). Hal yang sama dilakukan atas rembesan-rembesan
minyak di Banyumas, ini adalah titik ikat selatan (Banyumas). Setelah
kedua titik ikat ditentukan, mulailah para eksplorasionis berkutat
dengan data dan sains, dst., dst.
Jawa masih menyimpan banyak misteri. Minyak tak hanya ada di cekungan-cekungan produktif saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Prok - prok - prok... "Apa Komentar Anda?"